Melihat lobak segar-segar tergeletak di toko sayur tergodalah saya untuk membeli. Oh...soto bandung, itulah yang langsung terpercik di pikiran saya begitu melihat lobak-lobak itu. Saya tidak biasa alias jarang memasak menu yang satu ini. Jenis soto yang biasa saya masak hanya ada 2, yaitu soto banjar (ayam), dan soto ala Pak Sholeh (daging sapi). Padahal hampir tiap daerah di Indonesia memiliki resep sotonya sendiri ya. Mungkin karena alam bawah sadar saya selalu mengingatkan satu hal: anak gadis saya tidak begitu suka soto-soto an dan sup-sup an.
Baiklah, kita tidak selalu harus menuruti selera makan satu orang anggota keluarga saja. Lihat saja, betapa bersemangatnya suami saat menyantap hidangan soto bandung yang saya sajikan kali ini. Enak...enak...suegerrr...
Resep asli silahkan klik di sini.
Saya kurang suka bumbu yang hanya diiris. Rasanya lebih afdol kalau bumbunya ditumis. Jadi, Bawang merah dan bawang putih saya haluskan. Tak apa, karena sumber resep yang lain pun ada yang dihaluskan bumbunya. Hanya kuah soto yang dihasilkan akan keruh, tidak bening seperti jika bumbu hanya diiris saja.
Tidak seperti pada resep, daging sapi langsung saya potong kecil-kecil. Dan saya masukkan setelah bumbu ditumis, diamkan sebentar sampai berubah warna, baru tambahkan air, dan rebus sampai empuk. Itu karena saya lagi malas, ingin yang praktis saja. Cara seperti di resep dengan merebus daging kemudian baru diangkat dan dipotong-potong setelah empuk pun sering saya lakukan. Apakah ada bedanya ? Saya rasa tidak ada. Hanya kalau memasak dalam porsi besar, lebih mudah penyajiannya bila daging kita potong-potong setelah empuk lalu sisihkan. Kita bisa lebih mudah mengatur seberapa banyak potongan daging dalam satu porsi. Tidak perlu repot menyaring-nyaring daging di antara kuah dalam panci.
Bawang merah goreng plus bawang putih goreng wajib ada dalam hidangan soto lho...kalau saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar